"bahwa demokrasi ialah suatu kebebasan atau prinsip demokrasi ialah kebebasan, karena hanya melalui kebebasanlah setiap warga neg...

KENAPA TIDAK MELAKSANAKAN HAK?



"bahwa demokrasi ialah suatu kebebasan atau prinsip demokrasi ialah kebebasan, karena hanya melalui kebebasanlah setiap warga negara bisa saling berbagi kekuasaan didalam negaranya." -Aristoteles

Kembali tentang seberapa bebas kita? Pemilihan terjadi disini. Setidaknya bukan dengan sekala besar seperti kemarin. Namun yang ini juga tidak kalah besar. Sistem pemilihan suara menjadi salah satu cara menentukan seorang pemimpin di negeri ini. Demokrasi; sistem pemerintahan yang menurut mantan Presiden Amerika serikat; Abraham lincoln dalam declaration of independent mengartikan demokrasi itu ialah pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kita bebas memilih siapa pemimpin kita nantinya. Sebenarnya peran rakyat disini sebagai penentu disetiap pemilihan kepemimpinan. Namun apakah nantinya rakyat berhak mengeluh jika keadilan dan kesejahteraan mereka tidak dipenuhi oleh para pemimpin yang mereka pilih dulu? Setidaknya mereka sudah memilih dan mereka menikmati hasilnya, dibandingkan tidak memilih namun ikut koar-koar dalam ketidak adilan. Seperti pecundang bukan, sungguh bukan warga negara yang baik.

Demikian disini, kampus yang katanya menjadi sebuah “benteng demokrasi” Perguruan Tinggi sebagai sebuah institusi independen yang merupakan tempat bagi pendidikan para kaum intelektual, kiranya bisa juga dikatakan sebagai sebuah miniatur sebuah negara. Dimana ada seorang Presiden kampus, gubernur - gubernur yang menjadi pemimpin dari setiap fakultas dan juga ada Dpm yang katanya menjadi Dpr-nya kampus, mudah mudahan mereka tidak tidur saat menunaikan rapat. Sama halnya dengan sistem demokrasi di negara ini. Mereka juga dipilih dari banyaknya suara yang mereka dapat dan mahasiswa yang mengambil peran sebagai rakyat disini, kita memilih untuk kepentingan kita nantinya, yang entah apa nantinya manfaatnya bagi kita. Lagian kita juga yang masih membayar uang spp, bukan mereka. Jadi dari mahasiswa, oleh mahasiswa, untuk mahasiswa. Lantas President kampus bekerja untuk siapa? toh dia juga mahasiswa.

Saat itu kami sedang duduk di depan ruang dosen untuk menunggu dosen datang untuk mengumpulkan tugas makalah, disaat yang bersamaan pemilihan pemimpin fakultas sedang berlangsung di halaman bawah. Antrean panjang mengular di bawah sinar mentari yang terik. Wajah wajah mereka nampak mengepresikan terpaksa, sejatinya mereka berbaris bukan dari hati nuraninya sendiri, akan tetapi mereka punya hak untuk memilih dan mereka sedang menjalankan peran sebagai rakyat yang baik. Di sebagian samping barisan juga ada wajah wajah eksis dalam fakultas ini. Yang mungkin ditugaskan oleh calon untuk melakukan sebuah hasutan kepada rakyat yang sedang berbaris itu agar memilih nomor tertentu. Ya itu sebenarnya tidak dibenarkan dalam sistem demokrasi yang sedang dijalankan. Biarkan mereka memilih dari hati mereka, jangan ada hasutan atau ancaman dari pihak lain untuk memaksa. Seperti seharusnya kebebasan memilih adalah dasar dari mengapa sistem ini tercipta bukan.

Barisan itu semakin lama semakin panjang dan terlihat wajah-wajah eksis itu kembali mendapat rakyat baru yang belum memilih untuk disuruhnya berbaris. Tindakan itu benar suruh saja mereka melakukan hak mereka, jangan sampai rakyat itu lupa akan hak memilihnya. Tapi bagaimana jika tidak memilih dan memutuskan kabur dari ajakan dari si wajah eksis, apakah juga ada hak untuk kabur untuk tidak memilih? Entahlah tapi menurutku itu juga hak rakyat untuk tidak memilih setidaknya bagiku kabur lebih terhormat dari pada Golput ataupun memilih ganda. Mereka yang melakukan itu hanya membuang haknya saat sudah ada pilihan didepanya sedangkan yang kabur hanya pergi karena tidak mau menghadapi pilihan yang mereka tidak tahu apa maksutnya. Tengok barisan itu apakah mereka benar – benar tahu siapa yang akan mereka pilih, apakah mereka tahu orang yang mereka pilih? Apakah mereka tahu nama pilihannya?  Apakah mereka tahu jurusan dari setiap calonya? Bahkan apakah mereka tahu visi misi dari calon dan wakil calon dari yang akan mereka pilih? Saya yakin sebagian dari mereka tidak. Sebagian dari mereka hanya ikut ikutan teman ataupun bisikan memilih dari si wajah eksis untuk baris, dan sebagian dari mereka berbaris murni bukan dari hati nurani, sebagian tidak semua terpaksa berbaris.

Keadaan depan ruang dosen di penuhi oleh para teman temanku yang notabenenya belum mendapatkan bercak ungu di ujung jari kelingkingnya. Dari jauh terlihat ada salah satu dari si wajah eksis menghampiri kami. Dia menyuruh kami agar menunaikan hak memilih kami dahulu. namun sebagian dari kami masih bengal untuk menunggu dosen untuk mengumpulkan makalah yang nantinya bisa ditukarkan dengan nilai daripada melaksanakan hak namun tidak dapat apa-apa dari kita menjalankanya. Namun si wajah eksis tidak menyerah begitu saja, dia memohon sambil memelas agar kami melakukan hak kami. Aneh perasaan empat bulan lalu dia marah marah di depan kami namun sekarang dia memohon melas di depan kami. Apakah hak kami seberhaga itu sampai dia mau menukar harga dirinya didepan rakyat baru, ah tidak mungkin. Pasti ada maksut lain dibalik ekpresi melas itu.



Akhirnya dengan sedikit paksaan. Kamipun menurut digiring kebawah untuk menunaikan hak untuk memilih. Namun sebenarnya memilih pemimpin itu adalah kewajiban atau sebuah hak? Ah lupakan tapi kami sepakat ini hak. Namun itu kami,  aku tidak termasuk dalam kami. Aku dan salah satu temanku memilih kabur dari krumunan. Kabur dari hak kami untuk memilih. Biar teman teman kami mau bilang apa nanti saat mengetahui aku dan temanku kabur. Lagian ini hak kami untuk tidak memilih. Dari pada golput Lebih bijak tidak memilih bukan? Karenapun aku sadar memang aku bukan rakyat Indonesia yang baik karena tindakan yang tidak mengindahkan Sistem Demokrasi yang dianut disini. Toh tidak ada bedanya saat aku nanti memilih. Biarpun nantinya aku memilih masih aku juga yang membayar uang spp dan mengurus nim ku, apakah dengan aku memilih mereka akan peduli dan iba dengan keadaanku. Lihatkan betapa tidak berharganya suara pilihan dari rakyat? Lantas mengapa kita melakukan hal yang tidak memberi dampak positif bagi kita? Mengapa aku bergumam omong kosong begini, dan janganlah kalian percaya omongan dari warga negara Indonesia tidak baik seperti aku ini. Namun seperti kata Om Pram “dalam demokrasi engkau boleh berbuat sekehendak hatimu bila saja itu masih berada dalam lingkungan batas hukum”  dan apakah tindakanku barusan menyalahi hukum? Sungguh demokrasi itu bebas bukan?

7 komentar:

  1. Dari pada golput Lebih bijak tidak memilih bukan? bung, golput itu bukannya golongan orng yg tidk menggunakan hak suaranya? yg tidak memilih?

    BalasHapus
  2. Entahlah bung yang saya tulis itu hanya gumamman saya saja dan janganlah percaya sama warga negara yang tidak baik ini.

    BalasHapus
  3. hei Coli, orng golput gk ada bedanya sm orng yg gk memilih. ya.. trlepas dari golput yg Arief Budiman dkk anjurkan pas masa orba.

    BalasHapus
  4. Entahlah bagiku kedua hal itu sangatlah berbeda dan Yang terlepas pada masa orba, biarkan Arief dkk golput toh mereka tahu alasan mereka melakukanya. Dan saya merasakan hal yang sama, kenapa kedua hal itu sangatlah berbeda.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  6. Entahlah terus.. kaya gk ada pertanganggung jawabannya tulisan ini,-"

    BalasHapus